Pages

Subscribe:

Labels

Selasa, 01 Maret 2011

Sejarah Industri Mobil Di Indonesia (Bagian I)

Berbicara mengenai industri otomotif di Indonesia baik itu mobil maupun motor tidak akan pernah habis2nya. Yang jelas cukup menarik untuk disimak. Sayangnya untuk memperoleh gambaran mengenai industri otomotif khususnya mobil agak sulit diperoleh di dunia maya. Tapi jangan khawatir, penulis akan rangkum sejarah industri otomotif Indonesia yang sumbernya diperoleh dari Gaikindo. Berhubung tulisannya agak panjang, artikel ini dibagi menjadi 2 bagian. Semoga bermanfaat bagi anda semua :)
Perkembangan industri otomotif di Indonesia didorong oleh kebijakan Pemerintah yang mengatur sektor tersebut, kemajuan teknologi dan situasi ekonomi.

Industri otomotif di Indonesia mulai berkembang pada tahun 1970, ketika itu Pemerintah Indonesia mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mendukung industri otomotif di Indonesia seperti SK Menteri Perindustrian No.307/M/SK/8/76, SK Menteri Perindustrian No.231/M/SK/11/78 dan SK Menteri Perindustrian No.168/M/SK/9/79. Selain itu Pemerintah juga mengeluarkan serangkaian peraturan yang dikenal dengan sebutan Program Penanggalan. Kebijakan ini menerapkan bea masuk yang tinggi terhadap kendaraan – kendaraan yang tidak menggunakan stamping parts yang diproduksi dalam negeri. Pada masa itu Pemerintah lebih memfokuskan pada kendaraan – kendaraan minibus dan komersial salah satunya dengan pemberian keringanan pajak dan memberikan pajak yang tinggi terhadap kendaraan – kendaraan seperti sedan.

Memasuki era 1980-an perkembangan industri otomotif mengalami pasang surut karena dikarenakan beberapa kendala seperti adanya devaluasi Rupiah pada tahun 1983 (27,5%) dan pada tahun 1986 (31,0%). Selain itu juga ditambah dengan adanya kebijakan uang ketat pada tahun 1987. Penjualan kendaraan bermotor yang pada akhir tahun 1981 berada di kisaran 208.000 unit, menurun antara 150.000 dan 170.000 unit pada tahun – tahun berikutnya.

Pada era 1990-an Pemerintah mengganti Program Penanggalan dengan Program Insentif yang dikenal dengan Paket Kebijakan Otomotif 1993. Produsen mobil diperbolehkan memilih sendiri komponen mana yang akan menggunakan produk lokal dan akan mendapatkan potongan bea masuk, atau bahkan dibebaskan dari bea masuk, jika berhasil mencapai tingkat kandungan lokal tertentu. Program ini telah dijalankan oleh Toyota dengan Kijang generasi ketiganya (1986 – 1996) dimana kandungan lokalnya sudah mencapai 47%. Begitu juga yang dilakukan oleh Indomobil yang mengeluarkan mobil Mazda MR (Mobil Rakyat). Di tahun 1996 Pemerintah memutuskan untuk mempercepat Program Insentif dan memperkenalkan Program Mobil Nasional dengan mengatur bahwa untuk mendapatkan pembebasan bea masuk, perusahaan harus mencapai tingkat kandungan lokal sebesar 20 persen, 40 persen dan 60 persen di tahun pertama, kedua dan ketiga. Surat Instruksi Presiden (Inpres) No.2/1996 tentang Program Mobil Nasional, dikeluarkan untuk memperbaiki sistem deregulasi untuk menyambut adanya pasar bebas tahun 2003. PT. Timor Putra Nasional (TPN) yang bermitra dengan KIA Motors dari Korea Selatan adalah perusahaan pertama yang mendapatkan pembebasan bea masuk barang mewah melalui program ini. TPN dipercaya untuk memproduksi mobil nasional yang bernama Timor (Teknologi Industri Mobil Rakyat). Pada bulan Juni 1996, Pemerintah kembali mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) No.42 yang berisi tentang diizinkannya TPN mengimpor mobil utuh dari Korea Selatan asalkan mobil Timor dikerjakan tenaga kerja asal Indonesia di pabrik Kia di Korea Selatan, serta dalam waktu 3 tahun, TPN harus bisa memenuhi kandungan lokal pada mobil Timor-nya sebanyak 60%. Perusahaan – perusahaan otomotif lain (Jepang, Amerika Serikat dan Eropa) yang tidak mendapatkan insentif pajak yang sama, melakukan protes ke World Trade Organization(WTO). Sebenarnya Inpres itu juga mengatur, siapapun bisa mendapatkan predikat mobil nasional yaitu bila komponen lokalnyasudah mencapai 60% dengan memakai merek nasional dan dilakukan oleh perusahaan swasta nasional, bukan kepanjangan tangan dari prinsipal. Pembebasan pajak barang mewah, selain bea masuk, untuk kendaraan yang memiliki kandungan lokal 60 persen mendorong produsen untuk menanamkan modal dalam pabrik – pabrik baru seperti pabrik mesin dan casting, yang menghasilkan barang setengah jadi. Selain Timor, berkembang juga merek – merek nasional lain seperti Sena, Morina (Bakrie), Maleo, Perkasa, Kancil dan Astra. Namun sayangnya keberadaan mereka tak semulus Timor yang dipimpin oleh Tommy Soeharto. Timor digugat Jepang dan Amerika Serikat di WTO dan akhirnya TPN kalah. Proyek Timor semakin suram ketika krisis ekonomi tahun 1997 datang dan pada puncaknya ketika rezim Presiden Soeharto jatuh pada bulan Mei 1998. Angka penjualan mobil juga ikut menurun menjadi 58.000 unit di tahun 1998, jauh berbeda jika dibandingkan dengan tahun 1997 yang mencatat angka sebesar 392.000 unit.

Memasuki era tahun 2000, Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Otomotif 1999 yang bertujuan untuk mendorong ekspor produk otomotif, menggerakkan pasar domestik dan memperkuat struktur sektor otomotif dengan mengembangkan industri pembuatan komponen. Keran untuk mengimpor kendaraan secara utuh (CBU) dibuka lagi, tidak seperti tahun – tahun sebelumnya dimana sangat sulit sekali untuk mengimpor kendaraan CBU. Adapun tujuannya dibukanya keran impor kendaraan CBU selain karena saat ini sudah masuk ke era pasar bebas, juga diharapkan agar mobil rakitan lokal (CKD) termotivasi untuk meningkatkan kualitas kendaraannya guna
menghadapi serbuan kendaraan CBU. Para pemain lokal tidak hanya berlomba – lomba meningkatkan kualitas tetapi juga menekan harga dengan cara memperbanyak jumlah komponen lokal yang terkandung di dalam kendaraan tersebut.
Bersambung….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar